Kabar mengenai peraturan pemerintah
tetang property.
Pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Tarif Baru PPh Final atas
Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dimana PP ini akan berlaku 30 hari sejak tanggal 8 Agustus 2016.
Dengan demikian PP No. 34 Tahun 2016 ini akan berlaku mulai tanggal 8
September 2016.
Peraturan Pemerintah ini mengatur
bahwa penghasilan atas transaksi tanah/bangunan baik dengan Akta Jual Beli (AJB) atau
akta pengalihan hak lainnya seperti Akta
Pengoperan Hak ataupun peralihan hak yang masih dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
akan diberlakukan tarif baru, sebagai berikut:
1. Untuk obyek Non Rusun
dan Rumah Sederhana Sehat (RSH), Rumah Sederhana Tapak (RST) oleh Developer,
PPh Penjual adalah 2.5% dari nilai transaksi.
2. Untuk obyek Rusun
dan Rumah Sederhana Sehat (RSH), Rumah Sederhana Tapak (RST) oleh Developer
besarnya PPh final adalah 1% dari nilai transaksi.
3. Transaksi kepada
pemerintah tarif PPh 0%
4.
Tentu saja peraturan ini disambut positif oleh developer karena
akan membuat harga jual properti menjadi lebih rendah, dengan demikian
diharapkan semakin banyak masyarakat yang sanggup membeli rumah. Dan pada
gilirannya membuat dagangan developer laris manis.
Apa hubungannya dengan harga jual
properti? Kan yang dikenakan pajak
adalah developer? Memang secara kewajiban PPh adalah
kewajiban developer, tapi sebenarnya uangnya sudah diperhitungkan dalam harga
jual properti.
Untuk diketahui bahwa biaya-biaya yang
timbul karena jual beli properti yang menjadi kewajiban developer semuanya
sudah diperhitungkan dalam harga jual properti tersebut, seperti PPh final,
biaya AJB dan Notaris dan biaya lainnya.
Ada juga developer yang memasukkan
kewajiban pembeli ke dalam harga properti, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dan biaya-biaya yang timbul karena pembelian
dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Ini tergantung kreatifitas dan style developer
saja dalam menerapkan marketing gimmick.
Jadi ujung-ujungnya semakin besar pajak yang harus ditanggung
oleh developer maka semakin mahallah harga properti tersebut, berlaku
sebaliknya jika pajaknya ringan maka harga jual properti bisa ditekan.
Contohnya begini:
Jika harga rumah adalah 500 juta rupiah, maka PPh yang menjadi
kewajiban developer adalah 5% dari 500 juta sama dengan 25 juta rupiah.
Nah, dengan adanya PP No. 34 Tahun 2016 Tentang Tarif Baru PPh Final atas
Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan tentang PPh 2.5% ini maka
kewajiban developer menjadi 12.5 juta rupiah saja.
Dengan kondisi ini developer bisa menurunkan harga jual
produknya sebesar 12.5 juta rupiah dengan catatan developer tetap pada target
keuntungan yang sama.
Jadi harga jual yang awalnya 500 juta bisa diturunkan menjadi
487.5 juta rupiah saja. Efeknya, jika harga rumah turun maka besarnya uang muka
pembelian rumah dengan KPR juga turun dan tentu saja cicilan perbulan juga
turun.
Ya, pengaruh penurunan pajak PPh final ini akan terasa apabila
pembelian rumah dengan KPR dan itu sudah cukup bagus karena saat ini pembelian
properti oleh masyarakat masih lebih dominan dengan skema KPR dibanding bayar
tunai atau tunai bertahap. Pengaruhnya lumayanlah tetapi tidak terlalu besar.
Berikut beberapa
pasal PP No. 34 Tahun 2016, sisanya bisa didownload pada link di bawah.
Pasal 1
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari:
1. pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan; atau
2. perjanjian
pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,
terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima
atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui
penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris,
atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
(3) Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah
dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b adalah penghasilan dari:
1. pihak penjual yang
namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat pertama kali
ditandatangani; atau
2. pihak pembeli yang
namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya
perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya
perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.
Pasal 2
(1) Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah
sebesar:
1. 2,5% (dua koma lima
persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau
Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
2. 1% (satu persen)
dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
3. 0% (nol persen)
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha
milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha
milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.
(2) Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
1. nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah;
2. nilai menurut
risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Vendu
Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya);
3. nilai yang
seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan
istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
4. nilai yang
sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; atau
5. nilai yang
seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati
antara para pihak.
(3) Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari perjanjian
pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b berdasarkan tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari jumlah bruto, yaitu:
1. nilai yang
sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa;
atau
2. nilai yang
seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan istimewa.
(4) Kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, sesuai dengan kriteria
Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 3
(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, wajib menyetor sendiri Pajak
Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a
dan huruf b ke bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan, kesepakatan, atau
risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani
oleh pejabat yang berwenang.
(2) Bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terutang pada saat diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga,
pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli,
sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan tersebut.
(4) Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke bank/
pos persepsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
bulan diterimanya pembayaran.
(5) Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan,
kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud
bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan
menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi
lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan yang telah
dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak.
(6) Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan,
kesepakatan, atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai
penerbitan akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur
Jenderal Pajak.
(7) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dan ayat (6) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat
lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli
atau tukar-menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a kepada
pemerintah, dipungut Pajak Penghasilan oleh bendahara pemerintah atau pejabat
yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.
(2) Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank/pos
persepsi sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang
berhak menerimanya atau sebelum tukar menukar dilaksanakan.
(3) Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan
yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.
(4) Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.
Baca Juga:
Baca Juga:

No comments:
Post a Comment