Selain
kebutuhan sandang dan pangan, manusia juga punya kebutuhan yang wajib dipenuhi,
yaitu kebutuhan papan. Kebutuhan papan ini aadalah kebutuhan akan tempat
tinggal atau yang dikenal dengan properti. Kebutuhan terhadap properti atau
papan, bersama sandang dan pangan termasuk
kebutuhan primer manusia. Artinya setiap orang membutuhkan properti, yang dalam
bahasan ini yang dimaksud properti adalah tempat tinggal.
Tanpa tempat tinggal orang tidak bisa hidup normal. Contoh
yang paling gampang adalah seseorang akan menjadi gelandangan jika tidak
memiliki tempat tinggal.
Mereka akan menjadikan apapun yang bisa dijadikan
tempat berteduh menjadi tempat tinggal, seperti kolong jembatan, gubug di
lokasi tidak layak. Ya, merekalah yang dinamakan tunawisma.
Kondisi lebih baik bagi mereka yang memiliki
kemampuan untuk menyewa, mereka akan memenuhi kebutuhan tempat tinggal mereka
dengan menyewa dalam bentuk rumah kontrakan, rumah kost, menyewa apartemen dan
lain-lain.
Masih lebih baik juga bagi mereka yang memiliki
orang yang besedia membantu untuk memberikan tempat tinggal karena kedekatan
keluarga, perbesanan dan pekerjaan dan jenis kedekatan lainnya.
Walaupun tidak harus menyewa, mereka bisa menikmati
tempat tinggal secara gratis.
Termasuk jenis ini orang yang tinggal di PMI atau
Pondok Mertua Indah, pembantu rumah tangga yang boleh membawa anak-anaknya
untuk tinggal di rumah majikannya.
Karena kondisi ini, maka tidaklah heran jika yang
dilakukan pertama kali oleh seseorang jika ia punya uang adalah membeli rumah,
tentu saja yang sesuai dengan kemampuan beli.
Hal ini tidak bisa disalahkan karena jika terus
menerus tinggal di rumah sewa atau kontrakan, maka sebagian uang mereka akan
tersedot untuk membayar sewa yang umumnya tiap tahun mengalami kenaikan.
Tanpa ada peluang menikmati nilai ekonomis dari
rumah tersebut jika dibandingkan dengan memiliki rumah sendiri.
Tapi walaupun tidak memiliki uang seharga rumah
incaran, orang tetap bisa memilikinya karena karena ada lembaga keuangan yang
bisa membantu mewujudkan impian seseorang supaya lebih cepat memiliki rumah.
Itulah diantara sifat baik properti. Nanti akan
dibahas di bagian lain buku ini tentang cara memiliki rumah walaupun belum
memiliki uang yang cukup.
Namun saat ini tidak semua orang bisa memiliki
rumah karena ada ketimpangan antara jumlah kebutuhan hunian dengan kemampuan
penyediaannya, baik oleh pengembang swasta maupun oleh pemerintah.
Jika kita merujuk kepada data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) di tahun 2014 saja terjadi backlog atau
defisit penyediaan hunian mencapai 13,5 juta unit dan bertambah kira-kira
500.000 unit setiap tahun, sehingga diperkirakan pada tahun 2016 backlog mencapai
15 juta.
Artinya, masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal mencapai 15 juta
Kepala Keluarga (KK). Dimana backlog terbesar terjadi utamanya di kota-kota
metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar. Tak dipungkiri
bahwa backlog tersebut
hanya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) karena ada keterbatasan
terhadap kemampuan beli oleh mereka.
Untuk
kebutuhan rumah masyarakat golongan menengah ke atas tidak diperhitungkan
sebagai backlog karena
tentu saja dengan uang yang mereka miliki mereka sanggup memiliki rumah.
Golongan ini, jika ingin membeli properti lebih
karena keperluan investasi secara investasi propertilah yang sangat mudah
dilakukan, pun menguntungkan dan tentu saja aman, jika tahu rahasianya.
Dengan memiliki properti, jika tidak untuk ditinggali maka properti
tersebut bisa disewakan sehingga pemiliknya bisa menikmati passive income.
Selain tentu saja si pemilik akan mendapatkan untung jika ia memutuskan menjual
propertinya nantinya.
Halnya tentang backlog, banyak penyebabnya terutama karena keterbatasan ketersediaan
lahan di lokasi yang backlognya tinggi.
Mari kita ambil contoh di Jakarta yang backlog-nya
tertinggi, saat ini sudah tidak memungkinkan bagi pengembang swasta untuk
menjual rumah dengan harga perumahan subsidi, karena harga tanah yang juga
sudah sangat tinggi.
Pilihannya adalah membangun hunian vertikal, itupun
tidak memungkinkan menjual dengan harga sesuai peraturan tentang harga hunian
yang disubsidi pemerintah.
Itulah sebabnya di Jakarta pembangun apartemen oleh
swasta lebih ditujukan kepada masyarakat kalangan menengah ke atas.
Biarpun pemerintah sudah mewanti-wanti agar
pengembang swasta juga menyediakan produk yang berimbang antara hunian untuk
MBR dengan harga subsidi dengan hunian untuk masyarakat umum, tetapi pengaturan
ini tentu saja tidak efektif karena kacamata pengembang swasta adalah kacamata
bisnis.
Pendekatan bisnis adalah untung rugi, mana ada
pengusaha yang mau rugi, iya kan?
Mengingat hal inilah maka penyediaan hunian bagi
masyarakat MBR ini menjadi tanggungjawab pemerintah dengan membangun Rusunami
dan Rusunawa, Rumah Susun Sederhana Milik dan Rumah Susun Sederhana Sewa di
tengah-tengah kota yang tanahnya dimiliki oleh pemerintah.
Masyarakat yang ingin membeli unit di Rusunami ini
disubsidi oleh pemerintah melalui pembiayaan oleh bank pelaksana program
subsidi yang ditunjuk.
Di pihak lain peraturan tentang subsidi pembelian
Rusunami atau apartemen ini dijawab oleh pengembang dengan membangun apartemen
budget atau apartemen murah yang berlokasi di kota-kota satelit DKI Jakarta,
seperti Bekasi, Depok, Tangerang yang harga tanahnya masih terjangkau dan
memungkinkan untuk menjual unit sesuai dengan batasan harga yang ditetapkan pemerintah.
Penyumbang backlog lainnya
adalah karena dulunya dukungan pemerintah terhadap penyediaan perumahan untuk
MBR ini sangat minim. Tetapi saat ini sudah terealisasi beberapa peraturan yang
memberikan kemudahan MBR memiliki hunian.
Contohnya tentang uang muka yang kecil, bunga
Kredit Pemilikan Ruman (KPR) yang lebih rendah dari kredit rumah non MBR. Belum
lagi dukungan dalam bentuk keringanan pajak, baik pajak di pihak developer
maupun pajak yang dikenakan terhadap konsumen.
Tak ayal, kemudahan-kemudahan tersebut menjadi
faktor pemicu meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membeli rumah. Sehingga
program penyediaan satu juta rumah bagi masyarakat MBR bisa terealisasi.
Besarnya dukungan pemerintah terhadap penyediaan
perumahan bagi warga negara memang sudah menjadi keharusan karena memang
kewajiban Negaralah untuk menyediakan hunian yang layak bagi warganya. Hal ini
seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 H (1) yang berunyi:
”Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Jadi, Prospek bisnis properti
akan menjadi kebutuhan yang akan selalu diminati oleh siapaun.
Baca Juga:
Marketing adalah ujung tombak dalam
memasarkan property Dalam setiap pemasaran perumahan selalu harus ada
kombinasi yang selaras anta...
Kali ini kita akan membahas bagaimana
caranya kita yakin dalam mejual property sehingga dengan kepercayaan
diri dalam menjual kita bi...
Pemasaran adalah ujung tombak dari sebuah
bisnis, termasuk juga bisnis property, sebagus apapun anda membangun
sebuah proyek property, n...

No comments:
Post a Comment